Arif Sehari-harinya

Friday, September 10, 2004

Wa qinaa 'adzaabannaar

Kalimat di atas bukanlah sekedar doa yang saling lepas dengan apa yang kita perbuat dalam keseharian kita. Kalimat di atas adalah contoh doa yang diucapkan oleh orang-orang yang senantiasa mengingat Allah, sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur'an.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka" (Q.S Ali 'Imran:190-191)

Jika doa tersebut diucapkan dengan sungguh-sungguh, maka tentu kandungannya akan terbawa dan menjadi spirit dalam keseharian kita. Adalah suatu hal yang kontradiktif jika seandainya ketika berdoa kita mohon untuk dijauhkan dari siksa neraka, namun ketika melakukan suatu perbuatan, kita sama sekali tidak ingat bahwa neraka itu ada. Adalah benar bahwa syaitan punya kemampuan untuk menggoda kita sebagai manusia, untuk lupa akan konsekuensi dari suatu perbuatan yang akan bahkan telah kita lakukan. Mohonlah perlindungan kepada Allah, dari godaan syaitan yang dapat menyesatkan, mengarahkan kepada kelalaian, dan kemungkaran.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka maka sungguh telah Engkau hinakan
ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. (Q.S Ali 'Imran:192)


Jika syaitan memiliki kemampuan untuk menggoda, maka sebagian di antara manusia punya kemampuan untuk saling mengingatkan atau menyeru kepada kebaikan. Da'wah, bukanlah sekedar istilah. Da'wah bukanlah sekedar hak, tapi telah menjadi kewajiban bagi yang menyadari bahwa dirinya memiliki ilmu dan kemampuan. Betapa tidak bijaksana orang yang mampu dan punya ilmu, tapi tidak mau mendukung atau menjadi bagian dari da'wah.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (Q.S. Ali 'Imran:193)

Berbicara mengenai ampunan alias taubat, ternyata ada syaratnya juga....

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. (Q.S. An-Nisaa:17-18)

Sunday, September 05, 2004

Campur Tangan

Sejenak kurenungi kembali, jalan hidup yang telah kulalui....

Andai aku seorang sutradara, takkan sekompleks ini alur cerita yang akan kubuat untuk film bertemakan kehidupan dunia. Aku melihat jalan yang selama ini kutempuh sebagai sebuah hasil perencanaan hebat yang sangat tidak mungkin dibuat oleh sutradara siapapun, di manapun, kecuali oleh Allah, Yang Menguasai segala sesuatu.

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S. Ali 'Imran: 189)

Dalam menyusuri cabang-cabang pilihan dalam kehidupan, rasanya semua begitu lancar. Bahkan, pilihan itu muncul begitu saja, tanpa direncanakan. Dalam logika informatika, dikenal istilah backward linearity, yakni bahwa untuk menyusuri jalan ke masa lalu, hanya ada 1 jalur, yaitu jalur yang pernah kita jalani. Berbeda halnya untuk ke masa depan, di mana di depan masih banyak persimpangan yang kitapun belum tahu, cabang mana dari persimpangan itu yang akan kita pilih untuk kita jalani.

Terlena. Ya, banyak orang yang terlena dengan kehidupan dunia, kitakah di antaranya? Coba periksa kembali, apakah jalur kehidupan yang kita jalani telah berimpitan, searah, ataukah berlawanan arah dengan tujuan diciptakannya kehidupan bagi kita? Yang lebih gawat lagi adalah ketika kita ditanya tentang apa tujuan hidup kita, kita masih perlu waktu untuk memikirkannya. Itu mungkin sebuah pertanda bahwa kita telah menjadi robot yang menjalankan pekerjaan karena terbiasa melakukannya, bukan karena sesuatu alasan yang mendasarinya.

Kembali ke persoalan mencari nilai kedekatan perjalanan selama ini dengan tujuan hidup ideal, tentu perlu menyinggung tentang parameter-parameter yang akan digunakan dalam penilaian. Apa saja parameternya? Lalu bagaimana cara menilainya?

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (Q.S. Ali 'Imran: 185)

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur (Q.S. Ali 'Imran: 145)

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (Q.S. Ali 'Imran: 104)

Coba buka kembali kitab petunjuk hidup yang Anda yakini. Apakah semua itu tertera di dalamnya? Kalau tidak, artinya selama ini kemungkinan besar Anda telah salah memilih kitab petunjuk hidup. Tidak sepantasnya sebuah kitab yang diagungkan sebagai "kitab petunjuk hidup" tidak menerangkan standar tentang arti keberuntungan, keberhasilan, kerugian, dan tentu saja tentang proses hidup itu sendiri.

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan (Q.S. Ali 'Imran: 186)

Hai orang-orang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung (Q.S Ali 'Imran: 200)