Ada Hikmah di Mutiara Selatan
Kejadiannya jam 9 malam tgl 8 oktober 2004 di bordes gerbong 1 rangkaian kereta api Mutiara Selatan, rute Bandung-Surabaya.
Seorang penumpang menghadang awak kereta dengan menuduhnya melakukan tindakan tidak terpuji terhadap isterinya (yang berada di dekatnya) beberapa saat sebelumnya. Si awak kereta membela diri dgn menyatakan bahwa dirinya sebenarnya tidak bermaksud mengganggu, melainkan hendak membangunkan lalu memberikan uang kembalian es jeruk yg dibeli oleh istri si penumpang. Dengan tak kuasa menahan amarah, si penumpang yang telah dikuasai iblis seperti semakin terbakar dengan upaya pembelaan dari si awak kereta.
Untung saja, di tengah keributan suara rel dan suasana yang sangat tidak nyaman, si awak kereta dengan pandainya mengambil keputusan bijak, yaitu mengalah dan memohon maaf. Berulang-ulang ia bersumpah dengan mengucapkan "Demi Allah", lalu menegaskan bahwa ia adalah muslim, ia juga punya isteri dan anak dan bahwa ia berani mati syahid dalam tugas mencari nafkah untuk isteri dan anaknya. Ia pun melanjutkan perkataannya bahwa ia secara tulus memohon maaf, dan kalaulah dengan membolehkan si penumpang memukul dirinya persoalan dapat diselesaikan, ia bersedia untuk menerima hukuman itu.
Sungguh luar biasa, di sana terdapat sebuah pelajaran yang sangat berharga, satu lagi kisah nyata yang disutradarai oleh Yang Maha Kuasa, yang para pemerannya pun sedang tidak menyadari bahwa di sekeliling mereka terdapat jutaan kamera dan mikrofon berteknologi akhirat yang merekam setiap perkataan yang diucapkan, perilaku yang diperlihatkan, bahkan keinginan yang tersembunyi di dalam hati. Tidak banyak orang yang sadar bahwa ia sedang diuji. Tidak banyak yang lulus dalam ujian-ujian itu. Tidak banyak orang yang tahu bahwa ketika nafsu dan amarah telah ditunggangi oleh setan, itu berarti bencana. Tidak banyak orang menyadari bahwa Allah memberikan pelajaran kepada kita melalui berbagai macam cara. Dan tidak banyak orang yang pandai bersyukur, ketika Allah menunjukkan sebagian Hidayah-Nya atau bahkan dengan Rahmat-Nya menyelamatkan kita dari bencana yang melanda. Wallahu A'lam.
(Arif, dalam perjalanan ke pernikahan Ulil di Ponorogo)